Saling Melempar Bara Api Kulit Kelapa Dalam Tradisi Mesabatan Api
Senja mulai terasa, langit semakin gelap dan di hadapan saya
terdapat tumpukan kulit kelapa kering. Suara gamelan Bali membuat senja terasa
berbeda, seorang warga menuangkan minyak tanah dan membakar tumpukan kulit
kelapa tersebut. Sontak terdengar suara teriakan beberapa pemuda yang membuat
senja saat itu menjadi riuh dengan kegembiraan.
Beberapa bulan lalu, tepatnya sehari sebelum hari raya Nyepi
saya mengunjungi desa Nagi di Petulu, Gianyar, Bali. Ditempat ini lah akan
diadakan sebuah tradisi yang sudah dilakukan secara turun menurun. Masyarakat setempat
menyebutnya dengan tradisi “Mesabatan Api”.
Acara dimulai saat senja tiba, ditandai dengan dibakarnya
tumpukan kulit kelapa kering dan iringan gamelan. Para pemuda desa berkumpul
dan mulai bersorak, ketika ada satu pemuda yang mulai menendang tumpukan kulit
kelapa maka pada saat itu juga “perang” dimulai. Para pemuda saling melemparkan
kulit kelapa kering yang sudah menjadi bara api ke badan pemuda lainnya, dan
mereka saling membalas lemparan itu.
Mereka tampak gembira, tidak ada yang merasa marah atau dendam karena terkena lemparan bara kulit kelapa. Meski setiap peserta tidak menggunakan pakaian, tetapi mereka tidak merasa sakit ataupun perih terkena lemparan. Karena mereka melakukan ini dengan hati dan niatan yang baik.
Mereka tampak gembira, tidak ada yang merasa marah atau dendam karena terkena lemparan bara kulit kelapa. Meski setiap peserta tidak menggunakan pakaian, tetapi mereka tidak merasa sakit ataupun perih terkena lemparan. Karena mereka melakukan ini dengan hati dan niatan yang baik.
Saya cukup kaget ketika acara ini baru mulai, karena cukup
banyaknya orang yang menonton pada saat itu yang ada dipikiran saya adalah tradisi
ini akan berjalan tertib dan teratur. Namun ketika seorang pemuda mulai
menendang tumpukan kulit kelapa yang sudah dibakar, sontak kulit kelapa itu
terbang kearah penonton dan berhamburan kemana-mana. Terlebih ketika kulit
kelapa yang berisi bara api dilemparkan dapat mengenai penonton. Lensa kameraku sempat terkena lemparan bara api, tapi untung gak ada kerusakan setelahnya. Dilain sisi hal ini
yang membuat acara ini menjadi seru dan beda. Berhati-hatilah ketika berniat
untuk menyaksikan acara ini.
Tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk menyucikan tubuh peserta dan desa Nagi dari pengaruh roh jahat, karena keesokan harinya masyarakat Hindu akan melaksanakan Nyepi. Sehingga masyarakat dapat melaksanakan Nyepi dengan damai dan “jiwa” yang baru.
Selama kurang lebih satu jam para pemuda desa Nagi saling berbalas lempar bara kulit kelapa kering. Mereka bersemangat sekali dan nampak tidak kenal lelah.
Setelah itu, para pemuda melanjutkan dengan mengarak
ogoh-ogoh keliling desa, ada juga yang membawa obor dan ikut iring-iringan
ogoh-ogoh dari desa lainnya. Malam itu euphoria masyarakat untuk menyambut hari raya Nyepi sangat terlihat, mereka bergembira dan membaur satu sama sama lain. Berharap esok ketika hari raya Nyepi, dapat dilaksanakan dengan jiwa dan pikiran yang
bersih.
Jadi kalau tahun depan punya rencana untuk merasakan nyepi di Bali, bisa mampir ke desa Nagi terlebih dahulu sehari sebelum Nyepi untuk menyaksikan tradisi unik ini.
Cheers,
Comments
Post a Comment